pop | arts whatever

Friday, September 26, 2008

Ketik Reg (spasi) Salat: Komodifikasi Agama pada Bulan Puasa

Takbiratul ikram yang benar akan menghidarkan Anda dari serangan jantung. Sujud yang tumakninah akan membuat Anda terbebas dari penyakit liver....ingin tahu khasiat gerakan-gerakan salat bagi kesehatan Anda, ketik...

Ustad yang jualan salat dengan kalimat-kalimat di atas, tampil gagah dan menggebu-nggebu dalam iklan yang ditayangkan di acara-acara sahur. Begitulah, komersialisasi dan komodifikasi agama di televisi pada bulan puasa tahun ini sudah mencapai taraf yang gila-gilaan. Kita sudah terbiasa dengan iklan-iklan yang mencoba menyentuh sentimen (ah, bilang aja menjilat, susah amat!) kaum muslimin dengan mengaitkan produk-produk tertentu dengan kelancaran aktivitas berpuasa. Misalnya, "berbukalah dengan yang manis" atau "promag mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa" atau yang belakangan "selama puasa kita perlu makanan yang bergzi...makanlah soziz saat sahur dan berbuka." Ya, ya, ya kita sudah terbiasa dengan itu semua tapi ketika kini bahkan salat pun "ikut" dijual, dengan cara yang begitu vulgar, yang mengingatkan kita pada para paranormal yang ramai-ramai berjualan mantra dan primbon lewat SMS, kita pun terperangah. Semua tiba-tiba terasa seperti omong kosong besar yang membuat kita geleng-geleng kepala.

Saya jadi ingat kata-kata Emha Ainun Nadjib suatu ketika, "Puasa kok suasananya lebih ribut dibanding tidak puasa. Puasa cap apa itu. Wong namanya saja puasa kok ribut...ribut jualan kue puasa, jajan puasa, kado puas, lawakan puasa, ustadz puasa, album puasa, kolak gethuk puasa...."

Laporan terbaru dari komoditas dan industri Ramadhan: Esia mengeluarkan HP Esia Hidayah, yang berisi ayat-ayat Al Quran sehinga umat Islam bisa belajar dengan mudah.

Dan, dalam iklan terbarunya, sebuah merk cairan untuk mengepel lantai mengingatkan, "lantaimu adalah tempat ibadahmu", dengan produk pembersih lantai ini salat tak perlu lagi pakai alas tikar atau sajadah.

Para pemasar di Indonesia rupanya telah menemukan paradigma baru marketing: apa pun produknya, penetrasi lewat agama! Ah, pasti ini sama sekali bukan paradigma baru. Sebab, pada kenyataannya, bukankah sejak dulu telah diyakini dan memang terbukti bahwa menjual agama adalah cara paling ampuh untuk membujuk rayu konsumen di negeri yang penduduknya konon sangat relijius ini? Tak perlu kreativitas tinggi-tinggi, tak perlu banyak energi untuk mikirin yang namanya konsep dan sebagainya. Bikin saja iklan yang ada adegan salatnya, ada toko ustadnya (yang kalau perlu diperankan oleh seorang ustad beneran), dengan dialog yang menggunakan kalimat-kalimat tayyibah, seperti "alhamdulillah, sekarang sudah ada bla bla bla..." Umat yang jumlahnya ratusan juta ini masih banyak yang bodo kok. Bikin saja copywrite semisal, "dengan memakai sarung ini, insya allah salat akan lebih kusyuk", atau "makanlah mie ini, Anda akan masuk surga", pasti mereka percaya. Sumpah. So, ayo, ayo jangan sungkan-sungkan, jual Islam!