pop | arts whatever

Tuesday, August 29, 2006

Ikutlah Menuai Erangan Pedih di Tubuhku

Apakah seorang penyair, dalam batas tertentu, sama dengan pembohong? Bagi Dina Oktaviani, yang menulis kumpulan puisi Biografi Kehilangan (Insist Press, Yogyakarta, 2006) ini, penyair tak ubahnya orang jujur yang memakai topeng. Dan, topeng itu tentu saja kata-kata, yang kemudian membuat kita bertanya-tanya, mengapa seorang penyair cenderung hanya menulis kesedihan? Apakah kebahagiaan tidak cukup elok untuk dirayakan –atau sekedar dikabarkan- dalam puisi? Setidaknya, pertayaan semacam itulah yang mampir di benak saya usai membaca kumpulan puisi Dina.

Puisi-puisi Dina begitu dingin. Sebagai awalan silakan cicipi komposisi ini: Pergilah/ banting pintu seperti biasa/…/ di sakumu telah kusisipkan cinta dengan sengaja/ untuk kaumakan atau tukarkan dengan ketololan. Kalimat-kalimat dalam puisi Dina seperti penyataan keras yang menyimpan amarah, kecewa, dan terendus dendam pula di dalamnya, yang ujung-ujungnya melahirkan sikap sinis. Kau mungkin hafal rasanya dikhianati/ tapi tak pernah tahu pedihnya membagi/…/aku merindukan dadamu berkeringat/…/tapi tentulah kau telah beku/ telah yakin oleh kebenaranmu dan cacatku.

Namun, gejolak emosi yang meledak-ledak itu tak jarang menimbulkan kesadaran yang lain pada akhirnya, atau setidaknya dipertanyakan lagi untuk kemudian dikembalikan pada keadaan dirinya sendiri. Sebab, ternyata, aku juga merindukan ketololan sendiri. Menurut teman-temannya di komunitas BlockNoteInstitut Yogyakarta, tempat ia menjadi editor puisi, karya-karya puisi Dina “sangat tidak pantas untuk digeluti usia belasan”. Mereka menganggap, Dina terlalu muda untuk puisi-puisinya. (Lihat catatan Ugoran Prasad untuk kumpulan cerpen Dina, Como Un Sueno, Yogyakarta: Orakel, 2005). Dina yang lahir pada 1985 memang sudah mulai menulis puisi dan menerbitkannya dalam antologi bersama setidaknya sejak 2001.

Nirwan Ahmad Arsuka, dalam komentar singkatnya untuk sampul belakang buku ini, ternyata juga melihat hal yang sama. Menurutnya, sajak-sajak Dina terasa mendahului kematangan usia penciptanya. Seperti tersirat dari judulnya, puisi-puisi dalam kumpulan ini merekam sebuah riwayat hidup seorang anak manusia yang berjalan dari kehilangan demi kehilangan. Maka, bila menurut Sapardi Joko Damono “kita abadi”, bagi Dina “yang abadi adalah mencari”. Lirik-lirik Dina adalah lantunan tembang sumbang tentang jejak pencarian abadi ‘sang aku-lirik’ yang pertama kali melihat dirinya sendiri berlalu dari masa remaja. Aku tak akan lupa cara meningalkan waktu remaja/…/cahaya yang siap diredupkan/ sebelum seluruh saudara saling meninggalkan/…/ sisanya tak peduli dan rumah sepi/…/di rumah baru kita menunggu cerita lama/ sedang di depan tumbuh perang/ ada yang memilih jadi drupadi/ yang lain jadi matapanah, sisanya menolak sejarah/ kehilangan setiap arjuna setiap bisma…

Cara Dina menggambarkan perubahan dunia seorang individu manusia setelah berlalunya masa remaja dengan metafora dari panorama Kurusetra yang “menjelma apa saja” itu memang sangat unik. Sama uniknya dengan keberanian dia memberdayakan kata-kata dengan penghayatan yang barangkali belum pernah kita lihat pada penyair lain. Kita seolah mendapat semacam kejutan kecil dari susunan frase-frase seperti “punggungku yang nanar”, “mata yang parau” atau “sayat ciummu”. Kata tak hanya berhasil menjadi diksi yang segar dan bening, tapi sekaligus menjelma citraan yang tajam dan menggoda. Punggung seolah-olah bisa melihat, mata bisa bersuara dan ciuman yang mestinya merupakan sentuhan lembut-nikmat, tiba-tiba menjadi perbuatan yang bisa melukai, memberi perih dan darah. Mengerikan.

***

Buku kecil ini memuat 46 buah puisi yang dikelompokkan ke dalam tiga bagian, masing-masing “Bangkai Tanjungkarang”, “Prosa Tahun Baru” dan “song for dog!” Pengelompokan ini disusun dengan cermat, seolah-olah mengikuti sebuah alur cerita yang kronologis. Tiga bagian dalam buku ini hadir sebagai bab demi bab yang mencoba menuturkan sebuah kisah yang utuh. Dan, kalau kita kembali ke personifikasi penyair sebagai orang jujur yang memakai topeng tadi, maka lewat puisi-puisinya Dina mengajak kita untuk mengintip apa yang di balik topeng itu: kejujuran atas penerimaan dan penghayatan pada kehidupan sepanjang usia yang telah dilewatinya.

Bagi yang percaya pada pernyataan tentang “kematian pengarang”, puisi-puisi Dina akan memberikan hal yang sebaliknya. Betapa terang puisi-puisi dalam kumpulan ini menghidupkan kedirian sang pengarang. Ini memang cukup berbahaya mengingat, kalau kita mau percaya pada Nirwan Dewanto, puisi yang baik mestinya membuat kita melupakan penyairnya. Sementara, puisi-puisi Dina justru menggoda kita untuk terus-menerus memikirkan si penyair. Misalnya ketika ia berkata,
aku melihat hidup/ pada retak cahaya air/ dan bukan pada utuh cermin.

Hidup sebagai manusia yang bukan lagi remaja memang tak mudah.
Mungkin selamanya kita tak akan pernah mengerti/ mengapa kalender-kalender tua mampu mengubah sejarah/ semudah dan secepat laju jalan raya/ sedang kita tak pernah bisa menerkanya/…/kita cuma berkempatan merangkak memeluk jejak terakhir/…/dan aku terusir dari rumah kecil di hatimu. Maka, sejak itu, aku mulai menggelandang/ menjadi perempuan bagi kaca dan jalanan/ tapi tak juga kutemukan wajahmu –atau wajahku/ sebab bayang-bayang membangun dunianya sendiri.

Bagi seorang gelandangan, pulang hanya sebuah kata ‘mungkin’, apalagi kesetiaan, tak ubahnya dongeng belaka. Atau kalau tidak, ia –kesetiaan itu- hanya kata yang disebut-sebut dalam perjamuan sebagai dosa yang sempurna, ketika kelak dipahami bahwa betapa setia harus saling tikam. Sebelum akhirnya sadar:
engkau bukanlah “pulang” itu / kita cuma dua keping hilang yang saling tikam di satu simpang.

***

Pada banyak penyair perempuan, puisi kerap hadir sebagai teks perlawanan terhadap dominasi laki-laki dan usaha membongkar hubungan yang timpang dan dipenuhi ketidakadilan antara kedua jenis kelamin. Namun, yang terlihat pada Dina berbeda. Puisi-puisi Dina merupakan sebuah suara lain dalam khasanah puisi yang ditulis oleh penyair berjenis kelamin perempuan. Puisi-puisinya adalah potret dirinya dalam lirik-lirik kelam yang menjelma fragmen-fragmen, potongan kisah, penggalan riwayat. Tak ada peristiwa “besar” di dalamnya, melainkan hamparan momen-momem yang bersifat “domestik”, tentang ketercerabutan sang aku-lirik dari “waktu kecil sempurna”, usaha melawan lupa atas “cara meninggalkan waktu remaja”, pengembaraan, penemuan cinta hingga memahami tubuh sendiri sebagai perempuan dewasa.

Dan, akhirnya, soal hubungan (pernikahan?) dengan laki-laki. Tak ada yang gampang di sini. Sebab, engkau dan aku tak mampu saling menyenangkan/ butuh nyanyi-nyayi di antara dustamu dan dustaku/ lantas hiduplah kita dalam semalam/ sebelum kantuk menemukan akhir yang mampu membikin kita padam. Rumah tangga tak ubahnya sebuah ruang “yang diam-diam membuat kita terus berjarak.” Bila obrolan hangat dengan keceriaan tak bisa lagi diciptakan, semua jadi serba salah sementara komunikasi pun jadi tidak nyambung.
Aku melipat sprei-sprei yang lusuh/ dan kau tak menyukai perayaan jenis ini/ kau tak lagi terhibur dengan baju-baju kotor di gantungan/ tapi aku…telah ketinggalan jauh mode percakapan.

Dari kehilangan kembali ke kehilangan. Bila kamar sudah “cekung seperti kuburan”, dan seluruh ruangan hanya bisa dihiasi “kemuraman yang riang”, maka dengan diiringi ucapan maaf, akhirnya harus berpisah. Penyesalan tidak ada. Rindu? Barangkali, “tapi kapan-kapan” sebab…ada yang tak pernah selesai memang dari sebuah perjalanan/ begitu juga semua yang kukerjakan di dalam. Membaca buku kumpulan puisi ini kita seperti duduk di sebuah ruang, mendengar lagu dengan lirik-lirik yang indah, namun menuturkan cerita yang begitu muram. Sehingga sejak bagian awal, tuturan lagu itu seolah-olah sekaligus mengajak kita: ikutlah menuai erangan perih di tubuhku/ sebab apa yang kutampakkan di antara kegelapan itu/ adalah yang semestinya kau pelihara…

7 Comments:

Blogger bahtiar@gmail.com said...

:)

6:20 PM  
Blogger oakleyses said...

louis vuitton outlet, oakley sunglasses, michael kors handbags, cheap jordans, prada handbags, uggs outlet, michael kors outlet, oakley sunglasses, uggs on sale, ray ban sunglasses, burberry outlet, tiffany jewelry, uggs on sale, kate spade, gucci handbags, ray ban sunglasses, prada outlet, longchamp outlet, louboutin uk, burberry factory outlet, tory burch outlet, nike air max, tiffany jewelry, christian louboutin, louboutin shoes, oakley sunglasses, cheap oakley sunglasses, chanel handbags, michael kors outlet store, louis vuitton outlet, nike outlet, ralph lauren polo, louis vuitton, christian louboutin, michael kors outlet online, longchamp outlet, uggs outlet, michael kors outlet online, nike air max, longchamp bags, replica watches, ralph lauren outlet, oakley sunglasses, ray ban sunglasses, louis vuitton outlet online, nike free, michael kors

6:57 PM  
Blogger oakleyses said...

converse shoes outlet, salvatore ferragamo, timberland boots, softball bats, herve leger, ray ban, hollister, louboutin, gucci, nike roshe run, iphone cases, beats by dre, mcm handbags, oakley, p90x workout, insanity workout, wedding dresses, abercrombie and fitch, abercrombie, nike air max, mac cosmetics, babyliss pro, valentino shoes, bottega veneta, mont blanc, converse, jimmy choo outlet, hollister clothing, nike air max, north face outlet, new balance shoes, north face outlet, instyler ionic styler, soccer shoes, lululemon outlet, asics running shoes, ghd hair, giuseppe zanotti, soccer jerseys, nfl jerseys, longchamp uk, reebok outlet, nike air huarache, chi flat iron, hermes handbags, vans outlet, polo ralph lauren, celine handbags, nike trainers uk, vans scarpe

7:01 PM  
Blogger John said...

michael kors outlet
ray ban sunglasses outlet
prada outlet
michael kors outlet online
north face jacket
ugg boots outlet
ugg australia
coach factory outlet
michaek kors handbags
nike trainers
replica watches for sale
michael kors outlet
ugg boots
toms shoes
coach outlet store online
ray ban sunglasses outlet
cheap uggs
uggs outlet
michael kors outlet stores
ugg boots for men
cheap uggs
true religion outlet
ralph lauren uk
coach outlet online
jordan shoes
uggs outlet
michael kors outlet online
christian louboutin outlet
marc jacobs
michael kors handbags
coach outlet store online
kate spade handbags
lebron 12
beats by dre
christian louboutin
oakley sunglasses
tory burch shoes
vans shoes
rolex watches outlet
oakley sunglasses
20151225yuanyuan

7:09 PM  
Blogger sehatwanita said...

This information is very useful. thank you for sharing. and I will also share information about health through the website

Pengobatan Kaki Bengkak secara Efektif
Cara Menghilangkan Benjolan di Kepala
Pengobatan Alami menyembuhkan Sangkadi
Cara Menghilangkan Bekas luka
Cara Cepat Mengatasi Iritasi Kulit
Khasiat dan manfaat QnC Jelly Gamat

8:32 PM  
Blogger Solusi Sehat dengan Herbal said...


Thanks for the information, this is very useful. Allow me to share a health article here, which gods are beneficial to us. Thank you :)

Perawatan Pasca Keguguran tanpa Kuret
Obat Radang Tenggorokan di Apotik
Ciri-ciri Penyakit Asbestosis
Cara Cepat Mengatasi Alergi Dingin

6:32 PM  
Blogger Darren Demers said...

Apakah seorang penyair, dalam batas tertentu, sama dengan pembohong? Bagi Dina Oktaviani, yang menulis kumpulan puisi Biografi Kehilangan (Insist Press, Yogyakarta, 2006)
black shalwar design
black and white salwar kameez designs

12:00 AM  

Post a Comment

<< Home