pop | arts whatever

Tuesday, December 12, 2006

Tapi, Saya Bukan Gay lho, Mas!

Seorang lelaki berusia 18 tahun menyeruak kerumunan orang-orang yang baru saja membubarkan diri dari sebuah acara peluncuran buku dan diskusi bertema homoseksualitas dalam masyakarat urban, di tengah-tengah perhelatan Q Film Festival 2006 yang diadakan oleh Qmunity, September lalu. Seperti seekor kucing yang dicengkiwing lalu dilemparkan, tiba-tiba makblek dia sudah berada di hadapan saya dan mengagetkan saya dengan memperkenalkan diri tanpa basi-basi. Namanya Gandri, baru lulus SMU di Lampung, dan ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Dia tahu nama saya, dan menyodorkan buku Rahasia Bulan, kumpulan cerpen gay dan lesbian yang saya editori setahun lalu. Dia minta saya menandatangai buku itu tepat pada halaman yang memuat cerpen saya.

Sambil menyaksikan saya melakukan permintaannya itu, dia nyerocos seperti popocorn tumpah. Banyak hal yang dia utarakan, saya tidak bisa mengingatnya satu per satu, selain juga tak semuanya penting diungkapkan kembali di sini. Tapi, antara lain, dia mengatakan ingin sekali bergabung dengan Qmunity dan bertanya bagaimana caranya kalau ingin ikut menjadi volunteer Q Film Festival tahun depan. Saya belum sempat menjawab apa-apa ketika dia sudah lebih dulu buru-buru mengimbuhi rentetan kalimatnya dengan penegaskan, "Tapi, saya bukan gay lho, Mas."

Berkat pernyataan itu, untuk pertama kalinya saya benar-benar memperhatikan wajah anak muda itu sejak dia ada di depan saya beberapa menit yang lalu. Dalam hati saya terheran-heran, mengapa ia merasa perlu membuat penjelasan seperti itu? Qmunity sendiri meskipun kegiatan utamanya menggelar festival film gay dan lesbian, tak pernah sekalipun mengklaim sebagai organisasi gay. Anggota dan orang-orang yang terlibat di dalamnya juga tidak semuanya gay. Saya berpikir, pastilah dia tidak tahu hal itu. Dia pikir, ikut atau terlibat dengan kegiatan Qmunity akan langsung dicap sebagai gay, dan karena dia "bukan gay" maka dia tidak mau hal itu terjadi. Dia takut kena stigma, kalau istilah teman saya. Tapi, kalau memang benar begitu, kenapa juga dia begitu ngotot dan antusias ingin bergabung dengan Qmunity?

Dia wanti-wanti agar saya mengabarinya kalau Qmunity mengadakan acara lagi. Tapi, entahlah, saya kok merasa langsung tidak begitu respek gara-gara pernyataan dia yang menegaskan identitas seksualnya tadi. Saya merasa, kalau kau straight, kau tak perlu membuat penegasan yang menjelaskan itu. Sebelum berpisah, anak muda itu memberi saya prin out tiga cerpen karyanya, meminta saya membaca dan mengomentarinya. "Salah satu cerpen saya itu temanya gay lho, Mas."

Weleh.

***

Kira-kira sebulan kemudian, saya secara tak sengaja bertemu Gandri lagi di acara Tadarus Puisi di TIM. Bersama-sama dengan para penulis, kami nongkrong di depan TIM usai acara, sampai jauh malam. Seperti biasa, dia banyak sekali bicara, bertanya ini-itu soal dunia tulis-menulis dan lagi-lagi ia menunjukkan rasa penasarannya yang besar pada Qmunity. Hari-hari setelah pertemuan kedua yang tak disengaja itu, tak saya sangka, saya agak direpotkan oleh anak muda itu. Dia berkali-kali SMS saya, biasanya di akhir pekan, mengajak ketemu saya di TIM. Dia melakukan hal yang sama kepada temen-temen saya, para penulis beken itu. Saya bukan penulis, apalagi beken. Tapi, Gandri tetap getol mengajak saya ketemuan dengan alasan untuk berdiskusi tentang proses kreatif. Tak pernah lupa, ia selalu mengembel-embeli SMS-nya dengan, "Ajak teman-teman Qmunity ya, Mas." Saya tak paham dengan gaya sok-akrab dia.

Karena memang belum ada kesempatan, saya tak kunjung bisa memenuhi permintaannya, dan lama-lama karena mulai agak terganggu, bahkan saya tak membalas SMS-nya. Hingga suatu hari, datang lagi SMS dari dia, kali ini dengan nada yang agak berbeda. Tetap dengan alasan ingin belajar menulis dan berdiskusi tentang proses kreatif, kali ini ditambahi dengan "ingin curhat, karena sedang krisis identitas". Serta merta saya langsung teringat kembali pernyataan dia kala itu, yang menegaskan bahwa dia bukan gay. Saya pun dengan menyederhakana langsung menyimpulkan bahwa dia memang gay. Lagi-lagi semata karena memang belum ada kesempatan saya tak memenuhi permintaan ketemuan itu. Saya baru bisa menemuinya ketika KineForum - TIM menggelar program film-film bertema Ruang dan Pertikaian di Dalamnya. Saya ingin menonton (lagi) film Impian Kemarau yang diputar, dan saya pikir, kenapa tidak sekalian mengajak Gandri ketemu. Dia langsung menyambut ajakan saya. Begitulah, akhirnya kami ketemu lagi. Usai nonton saya ajak dia ngobrol di salah satu kedai tenda yang berderet-deret di kompleks TIM.

Awal pembicaraan dia bilang dia sedang menyusun kumpulan cerpen serupa Rahasia Bulan, tapi tulisan dia sendiri -bukan mengumpulkan karya-karya penulis lain. Dengan kata lain, dia sedang menyusun buku kumpulan cerpen bertema gay dan lesbian. Kenapa tertarik tema itu, pancing saya. Mungkin itu pelampiasan dari kebingungan saya pada identitas seksual saya. Dia menghindar untuk berbicara terus-terang, dan kemudian mengalihkannya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang mengirim naskah ke penerbit. Ketika saya kembali berusaha mendedak soal kebingungan identitas tadi, dia tetap bicara muter-muter, tapi intinya, dia merasa dirinya punya ketertarikan dengan sesama laki-laki. Dan, itu sebenarnya sudah sata tebak sejak pertama kali dia bilang. "Tapi, saya bukan gay lho, Mas."

Kami melanjutkan obrolan di emperan Graha Bhakti Budaya, dan dia mulai makin terbuka. "Mas, salah satu volunteer Slingshort yang orangnya gini gini gini itu anak Qmunity bukan?" Slingshort itu festival film pendek yang baru saja digelar di Jakarta, yang para volunteer-nya sebagian besar dari Qmunity.
"Wah, yang mana ya? Siapa namanya? Cowok apa cewek?"
"Cowok, waktu itu sempet ngobrol tapi saya lupa tanya namanya."
Dia kembali menjelaskan ciri-ciri orang yang dimaksud, tapi saya tetap tak berhasil mengidentifikasi.
"Memangnya kenapa?"
"Aku suka sama dia."

Gubrak

***

Cerita belum selesai

Beberapa hari setelah itu, saya bertemu dengan seorang teman, gay, dan terbilang senior dari segi umur dan tentu saja pengalaman. Tiba-tiba saya punya ide menjodohkan Gandri yang masih terbingung-bingung dengan identitas(seksual)-nya itu dengan temen saya yang selalu mengeluh "nggak laku" dan setiap ketemu saya selalu menodong minta dikenalin dengan seseorang --karena di mata dia saya itu banyak kenalannya padahal tidak juga. Ya sudah, saya kasih nomer telepon Gandri dan saat itu juga teman saya si gay senior itu dengan bersemangat menelponnya. Saya sempat khawatir, jangan-jangan nanti Gandri marah karean saya lancang memberikan nomer HP dia ke orang tanpa izin.

Saya mendengar teman saya ngobrol di telpon sama Gandri dan saya lega, ternyata tak ada tanda-tanda kemarahan dari anak itu. Saya bahkan mendapat kesan, Gandri seperti orang "kegatelan" merespon telepon teman saya. Mereka janjian ketemu dan lain-lain dan begitu menutup telepon, teman saya mengaku ilfill. "Belum-belum kok sudah gitu sih, Mu?"
"Gitu gimana?"
"Masak dia tanya ntar kalau jadian gue yang pindah ke kontrakan dia apa dia yang pindah ke kontrakan gue."

Saya terhenyak. Untuk ukuran gay-bingung macam Gandri, obrolan seteknis itu terasa mengejutkan. Saya kembali terheran-heran. Seseorang yang pada awal mengaku bukan gay, lalu curhat dengan malu-malu mengaku soal kebingungan akan identitasnya, kok dengan cepat mengubah perilakunya menjadi ekstremnya. Saya tidak sedang menilai buruk atau negafif tentang teman baru saya itu. Saya justru menemukan satu fakta lagi yang mendukung keyakinan selama ini bahwa kebingungan akan identitas seksual itu bukan sesuatu yang mengada-ada. Gandri bahkan bukan kasus yang cukup "parah" karena ia masih muda. Saya tahu, ada orang-orang yang sudah terlalu tua untuk bingung, tapi kenyataan benar-benar masih bingung dengan identitas seksualnya. Bahkan seumur hidupnya.

6 Comments:

Blogger ucuagustin said...

Hahahaha...
Gue tahu Mu siapa orangnya. Gue tahu!!!!

Males banget dotcom getu yah. Terus lo pasti ngakak nahan mual elo dong pas tahu doi langsung nanya temen lo seriyeus tentang siapa yang pindahke tempat siapa.

Aduh Mumu...
Coba deh, jodohin dia ma sapa gitu. Biar nggak ganggu orang.

HIks. Gue jahat ya.
Sorry ya Hen...
Eh!
Ups!

Huahahahaha

7:43 AM  
Blogger Unknown said...

yah gitulah...gw si bisa ngerti kenapa dia spt itu. mungkin dia ga seberuntung kita yg dengan mudah menerima bahwa kita gay. ya udah titik..nikmati aja. mungkin dia merasa tersiksa di tengah kepungan straight yg selalu melihat gay dgn pandangan jiji..akhirnya dia selalu harus mempromosikan bahwa dia bukan gay.

tapi gw juga heran knp dia bisa secepat itu minta pindah kontrakan ..hehehe..

6:38 AM  
Blogger mompreneur yuuuk? said...

gue gak yakin kalo gay bisa yakin dengan dirinya stelah dia memilih menjadi gay....mungkin cuman minta perhatian dan teguran dari tuhan yah...

7:36 AM  
Blogger oakleyses said...

toms shoes, supra shoes, montre pas cher, ugg uk, juicy couture outlet, moncler, lancel, michael kors outlet online, ugg pas cher, michael kors handbags, barbour, doke & gabbana, michael kors outlet, coach outlet, louis vuitton uk, canada goose jackets, pandora charms, moncler, ugg,ugg australia,ugg italia, links of london uk, moncler jackets, hollister, juicy couture outlet, canada goose outlet, swarovski uk, pandora jewelry, canada goose pas cher, canada goose outlet, marc jacobs, moncler pas cher, thomas sabo uk, swarovski jewelry, karen millen uk, louis vuitton, moncler, moncler uk, sac louis vuitton, canada goose, moncler outlet, louis vuitton, canada goose, wedding dresses uk, ugg,uggs,uggs canada, canada goose uk, sac louis vuitton, moncler, replica watches, barbour jackets uk, bottes ugg pas cher, canada goose jackets

7:21 PM  
Blogger John said...

lebron 12
beats by dre
christian louboutin
oakley sunglasses
tory burch shoes
vans shoes
rolex watches outlet
oakley sunglasses
nike air max
cheap soccer shoes
canada goose outlet
ray ban sunglasses
the north face jackets
hollister outlet
toms shoes
chanel bags
uggs outlet
louis vuitton
ugg boots
ugg boots
uggs boots
fitflops sale clearance
michael kors outlet
retro jordans
adidas originals
giuseppe zanotti sneakers
christian louboutin outlet
coach outlet
nike air huarache
instyler curling iron
nike air max
ray ban outlet
oakley sunglasses
20151225yuanyuan

7:13 PM  
Blogger Darren Demers said...

Sambil menyaksikan saya melakukan permintaannya itu, dia nyerocos seperti popocorn tumpah. Banyak hal yang dia utarakan, saya tidak bisa mengingatnya satu per satu, selain juga tak semuanya penting diungkapkan kembali di sini.
plain black kameez
black plain punjabi suit

12:02 AM  

Post a Comment

<< Home